Diskusi terhadap wahabi bukan diskusi baru bagi masyarakat Aceh, sejak masa PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) diskusi ini sudah berkembang, karena PUSA “dituduh” oleh para ulama tradisional telah menjalankan gerakan Wahabi di Aceh.
Gerakan ini sekarang menjadi mengemuka kembali ketika mereka yang menamakan dirinya pencinta Aswaja menggugat keberadaan wahabi dan gerakan dakwah Wahabi di seluruh Aceh. Menurut Aswaja gerakan dakwah Wahabi bertentangan dengan nilai-nilai dan aqidah yang diajarkan dalam aswaja.
Kekuatan Aswaja menjadi sangat teguh di Aceh setelah pemerintah Aceh menetapkan kriteria aqidah Aswaja melalui fatwa MPU Nomor 04 Tahun 2011. Dengan dikeluarnya fatwa ini, maka semua mazhab yang aqidahnya tidak sesuai dengan Aswaja harus ditolak berkembang di Aceh.
Cara pandang akademisi terhadap wahabisme berbeda dengan cara pandang Aswaja, meskipun dalam beberapa hal para akademisi tidak sepakat dengan gerakan Wahabi Shururi (Wahabi yang menolak Maulid Nabi, ziarah kubur, takziah (tahlilan) dan baca qunut), Wahabi jihadi. Wahabi ini pernah muncul dengan nama Tanzhim Al Qaedah Serambi Mekkah (TQSM).
Kelompok Wahabi ini pernah melakukan persiapan/latihan perang di bukit Jalin, Aceh Besar pada 2010. Kemudian Wahabi takfiri, yaitu kelompok Wahabi yang suka menuduh orang lain di luar kelompoknya sebagai bid’ah atau malah kafir. Dari tiga model Wahabi yang pernah ada di Aceh, para akademisi lebih objektif dalam menilainya karena wahabi sendiri bagi akademisi sebagai laboratorium kajian untuk menemukan korelasi gerakan masa lalu dengan masa sekarang dan eksistensi ajaran ini di masa akan datang.
Reviews
There are no reviews yet.