Perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia ditempuh melalui jalan diplomasi maupun jalan akhir, perang. Berbagai kalangan masyarakat ikut terlibat dalam perjuangan tersebut, tak terkecuali para ulama dan kalangan santri yang turut menentang kezaliman penjajahan. Di Aceh, seorang ulama bernama Teungku Abdul Djalil telah mengeluarkan fatwa kepada umat untuk “mengganyang” Jepang dari tanah Serambi Mekah. Teungku Abdul Djalil atau akrab dikenal dengan nama Teungku Cot Plieng merupakan seorang pimpinan Dayah Cot Plieng, Bayu, Aceh Utara. Sang ulama kondang ini telah menggerakkan ±400 santrinya untuk terang-terangan menentang Jepang dengan cara berperang sepanjang tahun 1942. Buku ini coba mengkaji andil Teungku Abdul Djalil beserta para santri sebagai peretas Politik “Hakko Ichiu” Pelopor Penentangan Pendudukan Jepang di Indonesia.
Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II mengharuskan tentara Negeri Matahari Terbit itu keluar dari Indonesia, untuk selanjutnya Sekutu—diwakili Inggris—dan Belanda masuk ke Indonesia. Aceh menjadi salah satu ladang perang yang panas dalam perseteruan kedua negara tersebut—Indonesia dan Belanda—yang kemudian dikenal dengan Perang Revolusi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.
Bireuen sebagai salah satu kota di Aceh turut menjadi episentrum perjuangan dalam membendung gempuran Sekutu beserta Belanda ke Indonesia. Tidak hanya bersifat kedaerahan, perjuangan di Kota Bireuen memberikan dampak yang besar untuk nasional. Bireuen sebagai pusat alutsista, hadirnya Markas Besar TNI Divisi X sebagai pusat komando dalam melakukan bendungan serta menggempur Belanda ke Medan Area, serta peranan Radio Rimba Raya yang melakukan bantahan propaganda Belanda pada dunia internasional telah menegaskan bahwa tidak berlebihan untuk menabalkan Bireuen sebagai “Kota Juang”.
Reviews
There are no reviews yet.